Text
Perbedaan Perspektif Islam tentang Kreativitas dalam Islam
Tujuh Aliran (sekte) masing-masing mempunyai tafsir kitab suci masing-masing, siapa pun, yang mengikatnya adalah persamaannya, bukan
perbedaannya. Sayangnya, perbedaan di antara merekalah yang memisahkan mereka, menciptakan kemungkinan perdebatan lebih lanjut yang
melampaui batas dialog terbuka dan malah menyebabkan beberapa aliran (sekte) mengabaikan keyakinan yang lain. Yang jelas adalah bahwa
Tujuh Aliran (sekte) percaya bahwa kreativitas dapat diterima, namun bagi sebagian orang (Whabbi, Salafi dan Deobandi) hal ini terbatas pada
apa yang dapat diterima pada abad ke-6. Meskipun ada kemajuan dalam teknologi setidaknya pada tingkat sosial, sulit untuk menerima bahwa
inovasi hanya dapat diterima pada apa yang tersedia pada abad keenam. Sunni, Syiah, Berelvi dan Sufi mempunyai pandangan yang berbeda bahwa inovasi dapat diterima, asalkan membawa kebaikan bagi lebih banyak orang. Kreativitas Islam nampaknya diterima secara luas, namun mungkin karena aspek agama dan politik ada pengaruh aliran tertentu untuk tidak menerima, yang dapat diartikan sebagai penerimaan yang lebih luas terhadap kreativitas Islam oleh para pengikutnya. Ruang lingkup penelitian ini tidak lebih luas dari ini dan kontribusi akademis lebih lanjut diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut.
Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk memahami bagaimana tujuh aliran berbeda dalam Islam, yaitu Sunni, Syiah, Wahabbi, Salafi, Berelvi, Sufi
dan Deobandi (Tujuh Aliran) mempunyai perspektif berbeda terhadap kreativitas dalam Islam.1 Karena Islam adalah cara hidup (way of life) yang lengkap dan merupakan platform keagamaan, keuangan dan politik yang harus menjadi bagian dari penilaian kreativitas. Kreativitas dalam Islam hanya dapat dinilai oleh para Ulama (ulama) Islam yang terdidik dan berkualifikasi intelektual, serta memiliki ilmu yang relevan dan merupakan Ulama yang shahih.
Tidak ada salinan data
Tidak tersedia versi lain